Rendah diri atau minder bukan persoalan baru lagi. Apalagi di jaman modern seperti sekarang ini di mana segala-sesuatu banyak diukur dengan materi. Orang-orang kaya dan makmur merasa dirinya terhormat, sedang orang yang hidupnya serba kekurangan merasa rendah atau hina. Semua ini tentu bukanlah kondisi yang sama-sama kita harapkan.
Orang bisa rendah diri karena alasan keadaan tubuh. Misalnya saja, tubuh terlalu pendek, terlalu kurus, terlalu jangkung, wajah tidak rupawan, bahkan mungkin ada titik-titik kecacatan tertentu. Dengan bahasa yang sederhana, penampilan nampak ‘kurang elok’. Adanya kekurangan-kekuarangan seperti ini menyebabkan seseorang menjadi minder.
Ketika muncul penyakit yang bernama minder ini, dunia mendadak serasa sempit. Saat berkumpul dengan orang-orang yang punya kelebihan, hati dicekam berbagai perasaan yang menyiksa. Timbul rasa malu, gelisah, tidak tenang, merasa kecil, dan tidak berharga. Mulut pun menjadi bungkam seribu bahasa, selalu menghindari orang-orang. Kalau dipaksakan harus bersikap, tubuh tiba-tiba gemetar, keringat dingin mengucur, dan tingkah jadi serba salah.
Mengapa kita harus menyiksa diri? Perasaan minder itu tidak akan mengangkat martabat kita. Tapi sebaliknya, perasaan seperti itu sangat menyiksa. Apakah kita mau mengambil sikap yang menjanjikan dua kerugian sekaligus, rugi prestasi dan rugi hati? Rugi prestasi, artinya kita tidak mengalami kemajuan. Dan rugi hati, artinya perasaan kita terus tersiksa.
Kalau di hadapan kita disajikan segelas racun, tentu kita akan menolak mentah-mentah. Kalau perlu menuntut orang yang menyajikan racun itu ke pengadilan. Dan di hadapan kita ini ada racun yang bernama minder. Akankah kita minum racun ini?
Obat paling baik untuk mengatasi minder ini adalah iman pada Allah. Dalam Al Qur’an : “Sungguh Kami telah menciptakan manusia dalam sebaik-baik penciptaan.” (QS. At Tiin 95:4). Allah telah menciptakan kita lebih baik dari makhluk manapun. Ini adalah kebaikan yang patut disyukuri. Jika kita selalu memandang kekurangan, selamanya kita tak akan pernah puas. Jika kita mau mensyukuri, jiwa kita akan lapang. Tubuh, wajah, perawakan, kulit, dan lain-lain jika diterima dengan syukur, akan membuahkan kepuasan dalam hati. Mengapa harus melihat kekurangan, jika kita pun juga punya kelebihan?
Setiap orang punya kekurangan, namun mereka juga punya kelebihan tertentu. Dan rasa syukur atas kelebihan itu, sekecil apapun nilainya, akan mengundang kemurahan Allah. Jika kita ingkari nikmat-nikmat yang Allah berikan, pastilah kita akan merugi. Orang yang hidupnya tersiksa oleh perasaan minder adalah bukti kongkret dari balasan Allah bagi siapa saja yang menutup mata atas nikmat yang dikaruniakan-Nya.
Alasan rendah diri yang lain yang sering hinggap di hati para pemuda adalah minder karena alasan pekerjaan. Sebagian pemuda beruntung dapat pekerjaan yang baik, sedang yang lain terus luntang-lantung tidak karuan.
Masalah pekerjaan, di sini ada yang perlu diluruskan. Orang menganggap pekerjaan itu identik dengan menjadi pegawai atau karyawan. Padahal tidak ada satu pun ayat yang mengatakan bahwa rezeki itu didapat hanya dengan menjadi pegawai atau karyawan. Jika kita tidak mendapat pekerjaan, saat ini juga kita bisa menciptakan pekerjaan. Mari kita mulai menciptakan kerja dengan terjun di dunia wirausaha.
Semoga Allah memelihara kita dari rasa rendah diri kecuali hanya kepada Allah Yang Maha Agung. Amin. Wallahu a’lam***
KH. Abdullah Qymnastiar
-
0 Responses So Far: