Anda Pengunjung ke-

Alih Bahasa (Klik Bendera Untuk Mengalihbahasakan Blog ini)

ArabicJapaneseChinese SimplifiedRussianEnglishFrenchGermanSpainItalianDutch


ShoutMix chat widget

Renungan Hidup 0

Sodikin Nabahan Masykur | Kamis, Januari 05, 2012 |

Kisah ini terjadi pada awal Desember 2005. Seorang pria siang itu hendak kembali ke Jakarta. Ia baru saja menyelesaikan urusannya di Bandung. Siang itu ia memilih lewat jalan tol Padalarang. Saat baru saja masuk tol, perutnya terasa lapar. Terbayang di benaknya, bahwa ia akan mampir di sebuah restoran yang berada di tempat peristirahatan tol.

Mobil itu diparkirkan. Ia masuk ke dalam. Setelah memilih meja yang kosong, ia pun duduk di sana. Makanan yang enak baru saja ia pesan kepada salah seorang pelayan. Sambil menunggu makanan yang dipesan, tiba-tiba datanglah seorang bocah menghampiri dan berkata, “Bang... apakah abang
mau beli kue saya ini?!” Tangan bocah itu masuk ke dalam bakul seolah hendak memperlihatkan apa yang ia jual.

Pria ini lalu menyusul dengan sebuah kalimat sebelum bocah itu memperlihatkan dagangannya, “Dek... abang baru saja pesan makanan. Kalo abang makan kue adik, nanti makannya tidak lahap. Nanti saja ya, Dik!” Si bocah penjual kue itu tahu bahwa jualannya ditolak. Ia pun beringsut pergi. Ia hampiri setiap orang yang ada di rumah makan itu. Dengan sopan, ia menawarkan jajaannya.

Makanan sudah disantap dengan lahap oleh pria itu. Sebatang rokok tengah diisap mendalam, lalu kemudian ia kepulkan dengan kenikmatan yang tak tergambarkan. Sejurus kemudian, sang bocah penjual kue datang menyapa, “Bang, enak ya makannya. Mungkin abang masih belum kenyang... silakan
cicipi kue saya!” Kali ini si bocah menunjukkan dua kue terenak yang dimilikinya. Dengan enteng pria ini menjawab dengan sopan, “Dek... abang sudah kenyang. Kayaknya udah nggak muat lagi nih perut. Maaf ya, Dik!” untuk kedua kalinya tawaran itu pun ditolak.

Setelah puas menikmati rokok, pria itu bangkit. Ia pergi menuju kasir dan membayar semua apa yang ia nikmati di restoran itu. Setelah itu, ia pun kembali ke mobilnya untuk melanjutkan perjalanan. Pintu mobil baru saja ditutup, pria itu menunduk untuk memasukkan kunci ke tempat starter. Belum lagi mobil tersebut dioperasikan, kemudian terdengar suara... Duk..duk..duk! kaca mobil rupanya ada yang mengetuk. Pria itu kemudian menurunkan jendela. Rupanya bocah penjaja kue yang datang. Bocah itu berkata, “Bang... kalo abang sudah kenyang, mungkin abang mau bawa oleh-oleh untuk keluarga di rumah. Kue saya ini enak lho, Bang!”

Bocah itu mengatakannya dengan penuh semangat pantang surut. Demi melihat kegigihan itu, pria tersebut lalu mengambil dompet yang terletak di antara dashboard mobilnya. Ia pun mengambil selembar uang dua puluh ribuan. Uang itu kemudian ia berikan sambil berkata, “Dek.... nih buat kamu. Abang dah kenyang dan gak perlu kue itu. Simpan ya... atau ditabung!” Setelah menerima uang itu, bocah tersebut mengucap terima kasih kemudian ia pun pergi.

Mobil berjalan mundur untuk keluar dari pelataran parkir. Pria itu membalikkan punggungnya. Ia tidak terlalu percaya kepada 3 spion yang ada dalam mobilnya. Saat kepala memutar ke arah belakang... dan ketika ia masih mengeluarkan mobilnya. Ujung matanya memperhatikan bocah penjaja kue itu menghampiri seorang pria buta yang duduk bersimpuh di depan pintu masuk restoran.

Ujung mata itu masih tetap mengikuti, hingga akhirnya terbelalak sesaat ketika bocah itu memberikan lembaran uang dua puluh ribuan kepada pengemis buta tadi. Demi melihat kejadian itu, mesin mobil pun dimatikan dan pria itu kemudian turun menghampiri bocah penjual kue.

“Dek... kemari cepat!” pria itu menyuruh dengan nada agak meninggi. Bocah penjaja kue pun dengan sigap menghampiri. “Ada apa, bang?” ia bertanya. “Uang itu abang berikan untuk kamu. Kenapa kau berikan untuk orang lain?!” si pria bertanya keheranan atas sikap yang telah dilakukan bocah.
“Bang.... uang itu terlalu banyak untuk saya. Emak di rumah pasti bakal marah kalau dia tahu bahwa saya punya duit banyak sementara dagangan nggak laku... Dia pasti mengira kalau gak mencuri pasti saya mengemis. Emak ngasih tahu saya bahwa pantang kami mengemis...!” bocah itu menjelaskan.

“Nah..., karena saya tahu bahwa ada yang lebih membutuhkan dan gak bisa berbuat apa-apa, makanya uang itu saya berikan kepada pengemis itu, Bang.... pantang bagi saya untuk mengemis, Bang!” anak itu menyudahi penjelasannya.

Seolah diceramahi dan dipertontonkan dengan sebuah kebijaksanaan yang tinggi, sang pria kemudian merasa paham lalu berkata, “Hmmm.... kalo begitu berapa kuemu yang tersisa, Dik?!” Anak itu kaget membelalakan mata kemudian berkata, “Emangnya abang mau beli kue saya?!” “Ya... abang mau
beli semua! Hitung dan bungkus ya...!” pria itu menegaskan.

Dengan semangat ia hitung semua dagangannya. Kemudian setelah dibungkus, anak itu mengatakan, “Dua puluh tujuh ribu, bang! Saya korting jadi dua puluh lima ribu aja deh!” anak itu berkata sambil tersenyum.

Sang pria kemudian mengeluarkan uang sejumlah yang disebut. Kemudian
memberikannya kepada anak itu sambil mengusapkan tangan di atas
kepalanya. Pria itu kemudian masuk ke mobilnya. Ia hidupkan mesinnya
sambil melempar senyum kepada bocah penjual kue tadi. Sejurus kemudian
hilanglah mobil itu dari pandangan.

Sementara si anak berdiri kegirangan karena seluruh dagangannya habis
terjual. Ia dapatkan uang sejumlah Rp 25 ribu, karena sebelumnya ia
berhasil memberikan uang dua puluh ribu kepada pengemis.

Infak dari harta terbaik akan mendatangkan pertolongan Allah Yang Maha
Pemurah!!!.
(asy/asy)

0 Responses So Far: